Kira-kira 550 juta tahun yang lalu longsoran lumpur terjadi di dasar laut purba. Tumbuhan dan binatang terangkut pada proses tersebut ke dasar laut yang lebih dalam dan terjebak dalam lapisan sedimen lumpur yang kemudian mengalami litifikasi menjadi serpih. Selanjutnya serpih mengalami pengangkatan membentuk pegunungan yang tinggi pada batuan tersebut ditemukan sejumlah sisa-sisa organisme tadi yang beberapa jenis diantaranya masih tetap hidup sampai sekarang sedang lainnya telah musnah.
Sisa-sisa kehidupan dimasa lampau dan telah mengalami pembatuan disebut fosil. Sampai saat ini telah dijumpai banyak jenis fosil dari unsur yang berbeda-beda. Fosil yang tertua adalah jejak yang sangat kecil dari organisme yang menyerupai bakteri yang pernah hidup 3000 juta tahun lalu. Cabang ilmu geologi yang memperlajari tentang kehidupan yang pernah ada dimasa lampau disebut paleontologi. Paleontologi sangat membantu ahli geologi dalam melakukan interpretasi mengenai sejarah bumi.
1. Proses Pembentukan Fosil
Untuk mengetahui bagaimana fosil terbentuk, tergantung apa yang terjadi setelah organisme tersebut mati. Kebanyakan organisme yang telah mati dimakan oleh binatang atau hancur karena organisme lainnya. Selain itu proses dekomposisi dapat juga menghancurkan organisme tersebut. Proses tersebut kadang sangat aktif, sehingga dapat menghilangkan sama sekali jejak-jejak dari organisme yang telah mati. Tetapi pada kondisi tertentu sisa dan atau jejak dari organisme yang mati tersebut dapat terawetkan dan menjadi fosil.
a. Fosil yang terbentuk oleh proses pengawetan
Proses pengawetan adalah proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat kimia maupun fisikanya.
Di Siberia pernah ditemukan bayi mammoth (gajah purba) yang berumur sekitar 44.000 tahun terawetkan pada tanah yang membeku. Tubuh mammoth tersebut ditemukan lengkap dengan kulit dan bulunya. Daging mammoth yang telah terawetkan tersebut ternyata masih tetap segar dan merupakan salah satu hidangan yang disajikan pada pertemuan para ahli geologi dan ahli biologi telah mempelajari informasi genetik dari sel yang mengalami pembekuan. Organisme kecil semacam insekta dapat pula membentuk fosil. Organisme kecil tersebut dapat terjebak dalam lapisan-lapisan kayu, dan apabila kayu tersebut mengalami fosilisasi dan membentuk material yang sebut amber, organisme tersebut dapat terawetkan didalamnya.
Pada lingkungan gurun, sisa-sisa binatang dapat mengalami proses dehidrasi yang disebut proses mummifikasi. Salah satu contoh dari fosil yang mengalami mummifikasi pernah dijumpai di New Meksiko. Kulit dari organisme tersebut masih tetap ada dan tulang-tulangnya masih terikat satu dengan lainnya oleh ligament.
Bagian organisme yang keras seperti tulang, gigi atau cangkang pada umumnya tahan terhadap proses dekomposisi, dan apabila lingkungan fisika dan kimia memungkinkan, bagian-bagian tersebut terawetkan untuk jangka waktu yang cukup lama.
b. Mineralisasi
Pengawetan tanpa perubahan sifat fisika dan kimia sangat jarang terjadi dan fosil dengan tipe ini sangat jarang terjadi. Pada kondisi lain, seluruh atau sebagian dari tubuh organisme mengalami penggantian oleh mineral yang disebut proses mineralisasi. Meski material yang menyusun organisme tersebut telah digantikan oleh mineral, struktur sel organisme tersebut masih dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop. Proses mineralisasi dapat terjadi dengan bermacam cara, yaitu rekristalisasi, permineralisasi dan penggantian (replacement).
Rekristalisasi. Kebanyakan cangkang dari organisme invertebrata laut seperti koral, kerang dan oyster terutama disusun oleh Kalsium karbonat. Kebanyakan invertebrata yang masih hidup menyerap kalsium karbonat untuk membuat rangkanya dengan menghasilkan mineral aragonit. Setelah organisme tersebut mati, struktur kristal aragonit akan berubah menjadi mineral kalsit yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi karena atom-atom penyusun mineral aragonit akan menyesuaikan diri dan membentuk kristal yang lebih solid. Fosil yang telah mengalami proses rekristalisasi akan mempunyai bentuk dan struktur dalam yang tetap hanya komposisi mineralnya yang berubah.
Permineralisasi. Pada tulang dan cangkang binatang kadang dijumpai rongga arau lubang yang saluran darah, syaraf dan bagian lunak organisme lainnya. Ketika organisme tersebut mati, air dapat mengalir melalui rongga-rongga tersebut. Jika air masuk ke dalam rongga tersebut mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida besi, ion-ion tersebut akan mengalami presipitasi dan mengisi rongga-rongga tersebut dengan mineral. Proses tersebut disebut proses permineralisasi. Selama proses tersebut, tulang dan cangkang asli dari organisme tidak mengalami perubahan. Tetapi karena adanya mineralisasi di dalam rongga dan pori-porinya, maka fosil organisme tersebut lebih berat dan lebih tahan. Proses permineralisasi dapat juga terjadi pada bagian lunak dari tumbuhan. Air yang membawa larutan silika masuk ke dalam jaringan tumbuhan yang tumbang dan mengkristal membentuk mineral kuarsa. Fosil yang dihasilkan dari proses tersebut disebut fosil kayu atau petrified wood. Lingkaran tahun dan jaringan pada fosil kayu ini sama dengan yang terdapat pada pohon yang hidup jutaan tahun yang lalu.
Replacement. Material yang menyusun organisme dapat mengalami pelarutan dan digantikan oleh mineral lainnya. Proses ini disebut dengan replacement atau penggantian. Selama proses tersebut volume dan bentuk organisme yang asli tetap tetapi material penyusunnya mengalami perubahan. Sebagai contoh cangkang binatang yang tadinya tersusun oleh kalsium karbonat, pada waktu menjadi fosil cangkang tersebut sudah mengalami perubahan disusun oleh silika atau pirit.
c. Mold dan Cast
Bayangkan cangkang binatang yang tertinggal di dasar laut dan tertutupi oleh sedimen. Kemudian sedimen tersebut mengalami kompaksi dan membentuk batuan sedimen, dan cangkang tersebut mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen tersebut yang disebut mold. Apabila yang tercetak adalah bagian luar dari cangkang tersebut di sebut eksternal mold, sedangkan bila yang tercetak bagian dalamnya disebut internal mold. Bila cetakan tersebut terisi oleh material lain maka akan terbentuk cast.
d. Carbonisasi
Fosil dapat juga terbentuk oleh proses karbonisasi. Pada proses ini bagian-bagian lunak dari organisme seperti daun, ubur-ubur dan cacing, pada waktu mati dengan cepat mengalami penimbunan oleh sedimen. Karena penimbunan tersebut material mengalami kompresi sehingga komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan unsur karbon yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.
e. Fosil Jejak
Beberapa fosil tidak terdiri dari sisa tubuh organismenya, tetapi organisme tersebut meninggalkan jejak, lubang atau sarang atau tanda-tanda lain yang dibuatnya. Apabila jejak-jejak tersebut terawetkan, maka disebut fosil ejak (trace fossils). Jejak-jejak binatang telah banyak dijumpai pada batuan sedimen. Fosil jejak tersebut dapat memberikan informasi kepada kita bagaimana organisme tersebut bergerak semasa hidupnya, apakah organisme tersebut berjalan dengan dua kaki atau empat kaki dan memberikan petunjuk bagaimana kebiasaan hidup dari organisme tersebut.
2. Kegunaan Fosil Dalam Geologi
Para ahli geologi selalu tertarik terhadap bagaimana batuan, mineral dan bentang alam mangalami perubahan dengan berubahnya waktu. Ukuran waktu dalam skala waktu geologi akan di uraikan pada bab lain, tetapi di sini akan diuraikan bagaimana para ahli geologi mengunakan fosil.
A. Fosil dan pengukuran umur.
Fosil dapat digunakan untuk menentukan umur relatif dari batuan sedimen. Lapisan sedimen yang mengandung fosil tertentu dapat dikatakan bahwa batuan sedimen berbentuk pada waktu binatang-binatang yang membentuk fosil tersebut hidup. Jadi batuan sedimen tersebut terbentuk bersamaan rentang waktu kehidupan binatang tersebut. Setiap organisme mengalami perubahan dengan perubahan waktu, sehingga setiap organisme mempunyai rentang waktu yang berbeda-beda. Jadi fosil tertentu akan dapat menunjukkan batuan sediman yang mengandung fosil tersebut terbentuk pada waktu tertentu. Jadi umur relatif dari batuan sedimen dapat ditentukan dengan mempelajari fosil-fosil yang terkandung didalamnya.
B. Fosil dan Korelasi
Korelasi adalah menghubungkan antara dua alam atau lebih unit batuan yang berada pada tempat yang berbeda dan mempunyai kesamaan umur. Korelasi merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam geologi, karena pada kenyataanya batuan-batuan yang menyusun kerak bumi isi tersingkap setempat-setempat dan kadang mempunyai jarak yang berjauhan.
Jika proses evolusi terjadi sangat cepat pada suatu organisme tersebut mempunyai jangka waktu hidup yang pendek. Fosil dan organisme tersebut dapat menunjukkan umur batuan dengan rentang waktu yang sangat pendek. Fosil dengan rentang waktu hidup yang sangat pendek tersebut di sebut fosil indeks atau fosil penunjuk, karena fosil tersebut dapat digunakan untuk menentukan umur batuannya. Fosil indeks yang sangat baik adalah yang berevolusi dengan cepat, sangat melimpah pada jangka waktu yang pendek, mempunyai penyebaran yang luas dan dengan cepat mengalami pemusnahan dan terawetkan dengan baik pada batuan. Bahan-bahan yang mengandung fosil yang sama dikatakan mempunyai umur yang sama jadi batuan yang mengandung fosil dengan umumr yang sama dan berasal dari tempat yang berbeda dapat diselesaikan.
Sisa-sisa kehidupan dimasa lampau dan telah mengalami pembatuan disebut fosil. Sampai saat ini telah dijumpai banyak jenis fosil dari unsur yang berbeda-beda. Fosil yang tertua adalah jejak yang sangat kecil dari organisme yang menyerupai bakteri yang pernah hidup 3000 juta tahun lalu. Cabang ilmu geologi yang memperlajari tentang kehidupan yang pernah ada dimasa lampau disebut paleontologi. Paleontologi sangat membantu ahli geologi dalam melakukan interpretasi mengenai sejarah bumi.
1. Proses Pembentukan Fosil
Untuk mengetahui bagaimana fosil terbentuk, tergantung apa yang terjadi setelah organisme tersebut mati. Kebanyakan organisme yang telah mati dimakan oleh binatang atau hancur karena organisme lainnya. Selain itu proses dekomposisi dapat juga menghancurkan organisme tersebut. Proses tersebut kadang sangat aktif, sehingga dapat menghilangkan sama sekali jejak-jejak dari organisme yang telah mati. Tetapi pada kondisi tertentu sisa dan atau jejak dari organisme yang mati tersebut dapat terawetkan dan menjadi fosil.
a. Fosil yang terbentuk oleh proses pengawetan
Proses pengawetan adalah proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat kimia maupun fisikanya.
Di Siberia pernah ditemukan bayi mammoth (gajah purba) yang berumur sekitar 44.000 tahun terawetkan pada tanah yang membeku. Tubuh mammoth tersebut ditemukan lengkap dengan kulit dan bulunya. Daging mammoth yang telah terawetkan tersebut ternyata masih tetap segar dan merupakan salah satu hidangan yang disajikan pada pertemuan para ahli geologi dan ahli biologi telah mempelajari informasi genetik dari sel yang mengalami pembekuan. Organisme kecil semacam insekta dapat pula membentuk fosil. Organisme kecil tersebut dapat terjebak dalam lapisan-lapisan kayu, dan apabila kayu tersebut mengalami fosilisasi dan membentuk material yang sebut amber, organisme tersebut dapat terawetkan didalamnya.
Pada lingkungan gurun, sisa-sisa binatang dapat mengalami proses dehidrasi yang disebut proses mummifikasi. Salah satu contoh dari fosil yang mengalami mummifikasi pernah dijumpai di New Meksiko. Kulit dari organisme tersebut masih tetap ada dan tulang-tulangnya masih terikat satu dengan lainnya oleh ligament.
Bagian organisme yang keras seperti tulang, gigi atau cangkang pada umumnya tahan terhadap proses dekomposisi, dan apabila lingkungan fisika dan kimia memungkinkan, bagian-bagian tersebut terawetkan untuk jangka waktu yang cukup lama.
b. Mineralisasi
Pengawetan tanpa perubahan sifat fisika dan kimia sangat jarang terjadi dan fosil dengan tipe ini sangat jarang terjadi. Pada kondisi lain, seluruh atau sebagian dari tubuh organisme mengalami penggantian oleh mineral yang disebut proses mineralisasi. Meski material yang menyusun organisme tersebut telah digantikan oleh mineral, struktur sel organisme tersebut masih dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop. Proses mineralisasi dapat terjadi dengan bermacam cara, yaitu rekristalisasi, permineralisasi dan penggantian (replacement).
Rekristalisasi. Kebanyakan cangkang dari organisme invertebrata laut seperti koral, kerang dan oyster terutama disusun oleh Kalsium karbonat. Kebanyakan invertebrata yang masih hidup menyerap kalsium karbonat untuk membuat rangkanya dengan menghasilkan mineral aragonit. Setelah organisme tersebut mati, struktur kristal aragonit akan berubah menjadi mineral kalsit yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi karena atom-atom penyusun mineral aragonit akan menyesuaikan diri dan membentuk kristal yang lebih solid. Fosil yang telah mengalami proses rekristalisasi akan mempunyai bentuk dan struktur dalam yang tetap hanya komposisi mineralnya yang berubah.
Permineralisasi. Pada tulang dan cangkang binatang kadang dijumpai rongga arau lubang yang saluran darah, syaraf dan bagian lunak organisme lainnya. Ketika organisme tersebut mati, air dapat mengalir melalui rongga-rongga tersebut. Jika air masuk ke dalam rongga tersebut mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida besi, ion-ion tersebut akan mengalami presipitasi dan mengisi rongga-rongga tersebut dengan mineral. Proses tersebut disebut proses permineralisasi. Selama proses tersebut, tulang dan cangkang asli dari organisme tidak mengalami perubahan. Tetapi karena adanya mineralisasi di dalam rongga dan pori-porinya, maka fosil organisme tersebut lebih berat dan lebih tahan. Proses permineralisasi dapat juga terjadi pada bagian lunak dari tumbuhan. Air yang membawa larutan silika masuk ke dalam jaringan tumbuhan yang tumbang dan mengkristal membentuk mineral kuarsa. Fosil yang dihasilkan dari proses tersebut disebut fosil kayu atau petrified wood. Lingkaran tahun dan jaringan pada fosil kayu ini sama dengan yang terdapat pada pohon yang hidup jutaan tahun yang lalu.
Replacement. Material yang menyusun organisme dapat mengalami pelarutan dan digantikan oleh mineral lainnya. Proses ini disebut dengan replacement atau penggantian. Selama proses tersebut volume dan bentuk organisme yang asli tetap tetapi material penyusunnya mengalami perubahan. Sebagai contoh cangkang binatang yang tadinya tersusun oleh kalsium karbonat, pada waktu menjadi fosil cangkang tersebut sudah mengalami perubahan disusun oleh silika atau pirit.
c. Mold dan Cast
Bayangkan cangkang binatang yang tertinggal di dasar laut dan tertutupi oleh sedimen. Kemudian sedimen tersebut mengalami kompaksi dan membentuk batuan sedimen, dan cangkang tersebut mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen tersebut yang disebut mold. Apabila yang tercetak adalah bagian luar dari cangkang tersebut di sebut eksternal mold, sedangkan bila yang tercetak bagian dalamnya disebut internal mold. Bila cetakan tersebut terisi oleh material lain maka akan terbentuk cast.
d. Carbonisasi
Fosil dapat juga terbentuk oleh proses karbonisasi. Pada proses ini bagian-bagian lunak dari organisme seperti daun, ubur-ubur dan cacing, pada waktu mati dengan cepat mengalami penimbunan oleh sedimen. Karena penimbunan tersebut material mengalami kompresi sehingga komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan unsur karbon yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.
e. Fosil Jejak
Beberapa fosil tidak terdiri dari sisa tubuh organismenya, tetapi organisme tersebut meninggalkan jejak, lubang atau sarang atau tanda-tanda lain yang dibuatnya. Apabila jejak-jejak tersebut terawetkan, maka disebut fosil ejak (trace fossils). Jejak-jejak binatang telah banyak dijumpai pada batuan sedimen. Fosil jejak tersebut dapat memberikan informasi kepada kita bagaimana organisme tersebut bergerak semasa hidupnya, apakah organisme tersebut berjalan dengan dua kaki atau empat kaki dan memberikan petunjuk bagaimana kebiasaan hidup dari organisme tersebut.
2. Kegunaan Fosil Dalam Geologi
Para ahli geologi selalu tertarik terhadap bagaimana batuan, mineral dan bentang alam mangalami perubahan dengan berubahnya waktu. Ukuran waktu dalam skala waktu geologi akan di uraikan pada bab lain, tetapi di sini akan diuraikan bagaimana para ahli geologi mengunakan fosil.
A. Fosil dan pengukuran umur.
Fosil dapat digunakan untuk menentukan umur relatif dari batuan sedimen. Lapisan sedimen yang mengandung fosil tertentu dapat dikatakan bahwa batuan sedimen berbentuk pada waktu binatang-binatang yang membentuk fosil tersebut hidup. Jadi batuan sedimen tersebut terbentuk bersamaan rentang waktu kehidupan binatang tersebut. Setiap organisme mengalami perubahan dengan perubahan waktu, sehingga setiap organisme mempunyai rentang waktu yang berbeda-beda. Jadi fosil tertentu akan dapat menunjukkan batuan sediman yang mengandung fosil tersebut terbentuk pada waktu tertentu. Jadi umur relatif dari batuan sedimen dapat ditentukan dengan mempelajari fosil-fosil yang terkandung didalamnya.
B. Fosil dan Korelasi
Korelasi adalah menghubungkan antara dua alam atau lebih unit batuan yang berada pada tempat yang berbeda dan mempunyai kesamaan umur. Korelasi merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam geologi, karena pada kenyataanya batuan-batuan yang menyusun kerak bumi isi tersingkap setempat-setempat dan kadang mempunyai jarak yang berjauhan.
Jika proses evolusi terjadi sangat cepat pada suatu organisme tersebut mempunyai jangka waktu hidup yang pendek. Fosil dan organisme tersebut dapat menunjukkan umur batuan dengan rentang waktu yang sangat pendek. Fosil dengan rentang waktu hidup yang sangat pendek tersebut di sebut fosil indeks atau fosil penunjuk, karena fosil tersebut dapat digunakan untuk menentukan umur batuannya. Fosil indeks yang sangat baik adalah yang berevolusi dengan cepat, sangat melimpah pada jangka waktu yang pendek, mempunyai penyebaran yang luas dan dengan cepat mengalami pemusnahan dan terawetkan dengan baik pada batuan. Bahan-bahan yang mengandung fosil yang sama dikatakan mempunyai umur yang sama jadi batuan yang mengandung fosil dengan umumr yang sama dan berasal dari tempat yang berbeda dapat diselesaikan.
C. Penyusunan skala waktu Geologi
Tidak hanya individu spesies tertentu yang dapat mengalami perubahan yang sangat cepat, tetapi kadang-kadang, seluruh karakter kehidupan pada planet ini dapat mengalami perubahan dengan sangat cepat pula. Sebagai contoh, meskipun kehidupan dipercaya telah mengalami evolusi mulai sekitar 4 milyar tahun lalu. Kehidupan awal ini sangat kecil dan tidak mempunyai bagian yang keras seperti tulang dan cangkang, Sehingga sisa kehidupan organisme ini sebagai fosil sangat jarang sekali. Kemudian dengan tiba-tiba, seperti ledakan, spesies yang bercangkang terbentuk sekitar 570 juta tahun lalu. Evolusi yang cepat dari binatang bercangkang keras ini menandakan awal dari Era Paleozoik dan merupakan batas utama dari skala waktu geologi. Pembagian utama pada skala waktu geologi di dasarkan pada perubahan flora dan fauna di planet ini yang terawetkan sebagai fosil.
D. Interpretasi lingkungan pengendapan
Leonardo da vinci (1452-1519) salah seorang filosof, kira-kira 400 tahun yang lalu menemukan fosil pada batuan di tepi pegunungan dekat dengan laut Adriatik Italia. Fosil-fosil tersebut mirip dengan organisme yang telah diketahui hidup di laut yang berdekatan. Ia melihat batuan yang mengandung fosil tersebut adalah pasir hasil proses pelapukan dari batuan yang ada di pegunungan mengalami pengangkutan oleh sungai hingga di kawasan pantau dimana pasir tersebut mengalami pengendapan. Penumpukan pasir tersebut mengubur sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang hidup di kawasan tersebut. Selanjutnya pasir tersebut mengalami litifikasi menjadi batupasir. Ia juga menyatakan bahwa daerah tersebut tadinya merupakan laut dimana pasir terendapkan dan mengubur kehidupan yang pernah ada di tempat tersebut. Kemudian daerah tersebut mengalami pengangkatan menjadi pegunungan. Jadi fosil yang dijumpai di daerah tersebut dapat membantu untuk melakukan interpretasi mekanisme pembentukan batupasir, dan dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa pegunungan dapat dibangun oleh batuan sedimen yang terbentuk di laut.
Ahli geologi modern kemudian mencontoh yang diberikan oleh Leonardo da Vinci dalam menggunakan fosil untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan sedimen. Sebagai contoh dengan ditemukannya suatu pegunungan yang tingginya sampai beribu meter dan disusun oleh sekuen batuan sedimen. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana suatu perlapisan batuan sedimen yang sangat tebal tersebut terbentuk. Kemungkinan pertama adalah pada waktu itu ada cekungan yang sangat dalam (palung) yang terus menerus terisi oleh sedimen, hingga mencapai ketebalan beribu meter. Tetapi pada batuan sedimen tersebut ternyata dijumpai fosil dari binatang yang umumnya hidup pada lingkungan laut dangkal. Jadi sedimen tersebut tentunya diendapkan pada kondisi lingkungan laut dangkal. Dari keadaan tersebut dapat diketahui bahwa pada waktu sedimen tersebut terakumulasi, cekungan terus mengalami penurunan bersamaan dengan terendapkannya sedimen.
3. Proses Evolusi
Proses evolusi ada;ah proses perubahan karakteristik fisk dan genetik dari suatu spesies karena perubahan waktu. Proses ini dapat dipelajari dengan mempelajari fosil.
Teori evolusi pertama kali diperkenalkan kepada umum oleh Charles Darwin pada tahun 1858. Darwin mengatakan bahwa proses evolusi terjadi secara bertahap dengan perlahan-lahan. Setiap tahap terdiri dari perubahan yang sangat kecil dari karakteristik suatu organisme untuk keuntungan dari organisme tersebut ketika menyesuaikan dirinya dengan keadaan di sekitarnya. Perubahan tersebut dimaksudkan agar organisme tersebut tetap hidup dengan adanya perubahan lingkungannya.
Dengan teorinya Darwin menunjukkan bahwa evolusi kehidupan terjadi secara bertahap. Setiap tahap terdiri dari perubahan kecil pada karakteristik suatu organisme yang sedikit memberikan keuntungan pada organisme lainnya yang tidak mengalami perubahan. Perubahan tersebut memberikan keuntungan pada indivisu organisme untuk dapat mempertahankan kehidupannya. Perubahan tersebut akan menjadi lebih umum pada generasi berikutnya. Pada umumnya individu yang mengalami perubahan tersebut akan mendominasi spesies individu tersebut dan pada akhirnya spesiespun akan mengalami perubahan. Konsep mengenai perubahan ini disebut dengan konsep gradualisme, karena perubahan yang terjadi secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Berdasarkan teori ini perubahan akan berlanjut terus dari satu tahap ke tahap berikutnya dan setiap spesies baru akan menggantikan fasies yang lebih tua. Dalam beberapa hal teori evolusi cukup memuaskan, tetapi teori gradualisme ini tetap memberikan pertanyaan yang tidak terjawabkan.
Problem lainnya dari teori yang diusulkan oleh Darwin ini adalah sangat sedikit fosil yang dijumpai yang menunjukkan secara langsung adanya perubahan pada kehidupan yang pernah ada. Sebaliknya studi mengenai fosil menunjukkan bahwa banyak spesies tetap menunjukkan tidak adanya perubahan fisik untuk jangka waktu yang panjang meskipun ada perubahan kondisi lingkungan dan iklim. Selanjutnya dalam periode waktu geologi yang pendek, mungkin sekitar ribuan atau ratusan tahun, spesies baru muncul. Kejadian ini memberikan kesan bahwa perubahan bertahap pada spesies kurang umum daripada seperti yang telah dijelaskan oleh Darwin. Selain itu proses evolusi mungkin terjadi pada suatu seri yang hancur oleh satu periode panjang dengan sedikit atau tanpa perubahan. Konsep ini disebut dengan punctuated evolution.
Untuk memahami bagaimana pertanda evolusi terjadi dengan membayangkan suatu populasi kecil diisolasi dari anggota spesies lainnya. Selanjutnya dibayangkan perubahan yang jarang tetapi sangat radikal terjadi di dalam kelompok yang diisolasi ini. Jika perubahan ini sangat baik, maka akan mendominasi populasi kecil ini dan akan membentuk spesies yang baru. Spesies baru ini akan hidup bersama dengan spesies yang lama, khususnya bila populasi keduanya tetap terisolasi satu dan lainnya. Kemungkinannya spesies baru akan bermigrasi ke dalam wilayah kehidupan spesies yang lama dan akhirnya akan menggantikannya.
0 comments:
Post a Comment